Sabtu, 09 Februari 2013

KATA TUHAN KAMU ADALAH JODOHKU

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan berkaitan dengan jodoh adalah “Apakah jodoh berada di tangan Tuhan?”.

Pertanyaan ini menjadi lebih mendesak bagi mereka yang merasa bahwa pernikahan mereka tidak bahagia. Mereka bertanya-tanya, “jika memang jodoh berada di tangan Tuhan, mengapa Dia memberikan yang buruk untuk saya?”. Sebagian orang mengaitkan hal itu dengan kebebasan manusia, “jika jodoh di tangan Tuhan, bukankah itu berarti bahwa kita tidak memiliki kehendak bebas?”.

Dalam blog ini saya akan mencoba membahas pertanyaan-pertanyaan semacam itu
berdasarkan firman Tuhan. Kita ingin mengetahui apa jodoh memang ditentukan oleh Tuhan. Kita juga akan mempelajari apakah hal itu meniadakan kehendak bebas mausia. Selanjutnya, kita akan melihat prinsip memilih jodoh yang diajarkan oleh Alkitab. Terakhir, kita akan menyelidiki bagaimana Tuhan bekerja di tengah keluarga yang sebenarnya dimulai dengan “salah-kaprah”.

Kedaulatan Alah atas segala sesuatu

Sebelum secara khusus membahas tentang penentuan Allah atas jodoh, kita perlu memahami prinsip penetapan Allah secara umum dahulu. Kita memang tidak akan membahas semua objek kedaulatan Allah. Kita hanya akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan jodoh. Dalam hal ini kita akan menyinggung tentang keseluruhan hidup manusia, pilihan manusia, hal-hal yang “kebetulan” dan kesalahan manusia.

(1) Keseluruhan hidup manusia
Alkitab mengajarkan bahwa sebelum seseorang lahir, Tuhan telah menetapkan orang itu untuk tujuan tertentu (Yer 1:5; Gal 1:15). Setiap hari yang akan kita lalui sudah ditetapkan oleh Allah (Mzm 139:16). Kemampuan kita untuk hidup setiap hari pun berada dalam kehendak Allah (Yak 4:16). Kapan kita lahir dan mati pun berada dalam tangan Tuhan (Ruth 1:3; 1Sam 2:6-7). Jika seluruh perjalanan hidup kita berada dalam tangan Tuhan, bukankah jodoh kita pun juga pasti berada di tangan-Nya?

(2) Pilihan manusia
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa pilihan manusia pun berada di dalam tangan Tuhan. Begitu berkuasanya Allah, sampai-sampai hati seorang raja pun seperti batang air yang dialirkan Tuhan kemana saja Dia mau (Ams 21:1). Bukan hanya raja, hati semua manusia juga berada dalam kontrol Tuhan (Mzm 33:15; Ams 16:1, 9; 19:21). Alkitab juga memberikan beberapa contoh konkrit orang-orang yang hatinya dikontrol oleh Tuhan, misalnya Raja Koresh (Ez 1:2-4; Yes 44:28; 45:1-13), Firaun (Rom 9:17; band. Kel 9:16; 14:4), bangsa Mesir (Kel 12:36), pejabat Babel (Dan 1:9), dst.

(3) Hal-hal yang “kebetulan"
Apakah di dunia ini ada peristiwa yang kebetulan? Jawabannya adalah TIDAK ADA!

Keluaran 21:13 menyebut suatu peristiwa kematian yang tidak disengaja sebagai
“tangannya ditentukan Allah untuk melakukan hal itu”.
Contoh lain ada di 1Raj 22:34-35.  Dalam kisah ini Nabi Mikha sudah menubuatkan bahwa raja Israel akan mati, tetapi nubuat ini ditentang oleh raja (ayat 25-28). Ia lalu menyamar sebagai prajurit biasa supaya tidak diketahui musuh (ayat 30). Para musuh tidak berhasil menemukan dia (ayat 31-33). Di tengah kebingungan dan keputusasaan, seorang musuh “menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya” (ayat 34) sehingga dia akhirnya mati (ayat 35-37).

(4) Kesalahan manusia
Contoh tentang kesalahan manusia yang berada dalam kontrol Tuhan sangat berlimpah. Yang paling terkenal adalah tindakan saudara-saudara Yusuf yang membenci dia dan menjual dia sehingga dia sampai ke Mesir. Ketika mereka berjumpa kembali Yusuf berkata, “Allah menyuruh aku mendahului kamu” (Kej 45:5, 7). Ia menegaskan bahwa bukan mereka yang menyuruh dia ke Mesir, tetapi Allah (Kej 45:8). Di Kejadian 50:20 Yusuf secara eksplisit berkata “memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (Kej 50:20).

Berdasarkan penjelasan di atas, adakah sesuatu dalam hidup kita yang tidak diatur oleh Tuhan? Apakah jodoh termasuk salah satu aspek kehidupan yang diserahkan Tuhan kepada kita sepenuhnya untuk mengatur? Bukankah Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa segala sesuatu berada dalam kedaulatan Tuhan?

Kebebasan manusia
Banyak orang berpikir bahwa kedaulatan Allah yang mutlak bertentangan dengan kehendak bebas manusia. Keduanya dianggap sebagai dua hal yang kontradiktif. Jika Allah berdaulat, maka manusia tidak bebas, begitu pula sebaliknya. Kebingungan di atas didasarkan pada kesalahpahaman tentang kebebasan manusia. Jika kita memaksudkan bahwa “bebas” di sini adalah mutlak, maka kebebasan manusia jelas bertentangan dengan kedaulatan Allah, karena kebebasan yang mutlak seperti itu membuktikan bahwa Allah tidak berdaulat atas hidup manusia. Kenyataannya, kita harus menyadari bahwa manusia TIDAK MUNGKIN bebas secara mutlak.

(1) Secara pragmatis
Banyak hal dalam hidup kita jelas-jelas berada di luar kebebasan kita untuk memilih. Kita tidak bisa memilih orang tua, suku, saudara, warna rambut, dsb. Kita bahkan tidak diberi pilihan apakah kita mau lahir ke dunia atau tidak.

(2) Secara filosofis
Setiap pilihan manusia pasti ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang mendorong kita memilih salah satu alternatif pilihan. Dalam banyak hal faktor-faktor tersebut sudah ada di sana di luar pengaturan kita. Kita tampaknya bebas memili, tetapi sebetulnya kita “dipaksa” memilih suatu alternatif oleh faktor-faktor tertentu yang memang sangat kuat mendorong kita untuk memilih itu.

(3) Secara teologis
Kisah Yusuf dan saudara-saudara di atas merupakan salah satu contoh bagaimana
manusia bebas melakukan sesuatu tanpa dipaksa oleh Tuhan, tetapi apapun tindakan itu ternyata sesuai dengan rencana Tuhan. Pontius Pilatus, Herodes dan bangsa Yahudi secara bebas telah memilih untuk menyalibkan Yesus, tetapi hal itu terjadi untuk menggenapi semua yang sudah ditentukan Allah sebelumnya (Kis 4:27-28).

Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa manusia memang bebas, tetapi tidak mutlak. Ada hal lain yang lebih kuat daripada kebebasan manusia, yaitu kedaulatan Allah. Allahlah yang mengontrol setiap detil hidup kita tanpa melanggar kebebasan kita yang terbatas.

Prinsip pemilihan jodoh
Prinsip tentang memilih jodoh disinggung di beberapa bagian Alkitab. Dalam bagian ini kita akan menyoroti Kejadian 24 sebagai fokus utama, sedangkan teks-teks lain hanya akan menjadi pendukung. Teks Kejadian 24 sengaja dijadikan pedoman, karena teks ini adalah satu-satunya kisah tentang mencari jodoh yang paling jelas yang dicatat oleh Alkitab.

Dalam kisah ini Abraham mencarikan jodoh bagi Ishak seperti kebiasaan orang pada waktu itu. Dia mengutus seorang hambanya yang paling tua untuk mencarikan jodoh tersebut. Dalam pesannya, Abraham menyampaikan dua hal:

• Ada beberapa pedoman yang tidak boleh dilanggar, misalnya tidak boleh memilih perempuan Kanaan dan tidak boleh membawa Ishak untuk tinggal di sana (ayat 3-6, 8),  karena hal itu bertentangan dengan perintah Tuhan di Kejadian 12:1-3.

Dalam bagian lain Alkitab diajarkan bahwa orang Kristen tidak boleh mencari pasangan yang tidak percaya (2Kor 6:14; Mal 2:14-16).

• Keyakinan bahwa Tuhan akan menyertai hamba itu (ayat 7)
Ketika hamba itu melaksanakan tugasnya, dia memohon agar Tuhan sendiri yang memimpin dan memilihkan jodoh bagi Ishak (ayat 12-14, 21). Dia akhirnya yakin bahwa Ribka adalah jodoh yang tepat dari Tuhan (ayat 26-27, 56). Keluarga Ribka pun meyakini hal yang sama (ayat 50). Kepastian tentang penentuan Tuhan dalam pemilihan Ribka merupakan hal yang sangat penting, karena keluarga Ishak tidak selamanya berjalan mulus. Awalnya, Ribka adalah seorang perempuan yang mandul (Kej 25:21), sedangkan Ishak adalah penerus janji Allah di Kejadian 12:1-3. Cara pembinaan anak-anak dalam keluarga mereka pun tampaknya tidak
ideal (Kej 25:28). Ternyata semua itu memang terjadi untuk menggenapi ketetapan Allah.  Di Kejadian 25:22-23 (band. Rom 9:11-13).

Rencana yang indah di balik pernikahan yang kacau

Segala sesuatu yang Tuhan tetapkan pasti mengerjakan kebaikan bagi mereka yang
mengasihi Allah (Rom 8:28). Begitu pula dalam hal pernikahan. Alkitab mencatat beberapa pernikahan yang awalnya “amburadul” tetapi ternyata dipakai Tuhan secara luar biasa.

Keluarga-keluarga yang kacau di bawah justru menjadi nenek moyang Yesus Kristus.

• Yehuda yang berzinah dengan menantunya sendiri (Kej 38; Mat 1:3; band. Kej 49:9-10; Why 5:5)

• Ruth yang dulu adalah janda tanpa harapan akhirnya mendapatkan Boas (Ruth 1-2; Mat 1:5)

• Daud yang berzinah dengan Betsyeba (2Sam 11-12; Mat 1:6)

Semua contoh di atas tidak berarti bahwa kita boleh sembarangan dalam memilih jodoh atau memulai pernikahan kita. Apa yang dilakukan Yehuda dan Daud tetaplah sebuah dosa yang hukumannya harus mereka tanggung. Bagaimanapun, dalam anugerah dan kebijaksanaan Tuhan, Ia berkenan menyelamatkan keluarga yang sudah rusak itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar